Pada awal Juli 2012 lalu, di Belanda sedang hangat-hangatnya
membicarakan sejarah Aksi Polisionil Belanda di Indonesia antara 1947-1949.
Semua berawal dari sebuah album foto yang ditemukan secara tidak sengaja di
sebuah tempat sampah di Kota Enschede dan dimuat pertama kali oleh koran
VOLKSKRANT, salah satu koran terbesar di Belanda.
Di
Belanda sendiri, sejarah tentang aksi polisionil tidak diajarkan secara
mendetil dalam kurikulum mereka, seolah seperti bagian yang ingin dipetieskan,
berikut adalah artikel koran yang pertama dimuat tanggal 10 Juli 2012.
Berikut
adalah terjemahannya :
Foto foto pertama dari eksekusi pasukan Belanda di
Indonesia
Lidy
Nicolasen – 10 Juli 2012 , 07:35 Untuk pertamakali dalam sejarah, foto dari
sebuah eksekusi ditemukan, kemungkinan foto foto dari eksekusi yang dilakukan
oleh tentara belanda selama masa aksi polisionil di negara jajahan Hindia
Belanda. Foto foto ini ditemukan dalam album foto pribadi seorang tentara yang
dikirim pemerintah belanda ke Indonesia dalam sebuah misi militer.
Dalam
foto foto ini dapat dilihat eksekusi dari tiga pria indonesia. Mereka berdiri
dengan punggung mereka menghadap kearah regu tembak yang berdiri pada sisi lain
sebuah parit, foto menunjukkan momen ketika mereka ditembak. Parit dipenuhi
dengan mayat mayat nrang yang dieksekusi, terlihat dari foto kedua. Pada sisi
sebelah kiri anda bisa melihat dua personil militer belanda yang bisa
dipastikan dari seragam mereka.
Belum
pernah ada sebelumnya
Tim ahli dari Institue Dokumentasi Perang ( Ned Indie Oorlog Documentation) dan
Institut Sejarah Militer Belanda ( NIMH ) mengatakan bahwa mereka belum pernah
melihat foto foto ini sebelumnya “ ini bukan foto sembarangan dan tentu saja
tidak benar jika setiap veteran membawa foto semacam ini pulang” seorang
pegawai NIMH mengatakan demikian. Demikian juga bagi NIOD foto foto ini tidak
dikenali sebelumnya , tegas Rene Kok: “kami memiliki banyak album disini,
sebenarnya kami mengharapkan gambar seperti ini muncul dan momen ini ternyata
adalah saat ini, gambar ini tidak pernah saya lihat sebelumnya”.
Para
sejarawan tidak meragukan keotentikan foto , namun tentang lokasi tepatnya dan
kondisi eksekusi belum diketahui, kemungkinan riset lebih jauh akan dapat
memberikan lebih banyak detail.
Pemilik
foto adalah seorang prajurit dari Enschede. Dia sudah meninggal. Dia dikirim
sebagai tentara wajib militer pada 1947 tepat sebelum agresi pertama dan kembali
pada 1950 setelah Belanda menyetujui kemerdekaan Indonesia. Dia bertugas pada
batalion artileri. Sejarah tentang batalionnya tidak pernah menuliskan tentang
eksekusi. Namun tetap saja memungkinkan bagi pasukan artileri untuk mengawal
pasukan infantri atau pasukan khusus yang melakukan eksekusi.
Eksekusi
yang dikenal adalah Rawagede di Jawa Barat dan di Sulawesi Selatan. Tahun lalu
keluarga korban dari pembantaian Rawagede telah mendapatkan uang kompensasi
dari pemerintah Belanda. Pemerintah belum merespon mengenai tuntutan hukum
mengenai pembantaian di Sulawesi Selatan. Tidak diketahui jumlah korban orang
Indonesia secara pasti dari kedua aksi tersebut.
Prajurit
pemilik foto ini tidak pernah membicarakan keberadaan dari foto ini. Dan
mungkin saja tak seorangpun akan menyadari album fotonya jika mereka tidak
menemukannya di tempat sampah di Enschede. Tidak diketahui siapa yang telah
membuangnya. Pemilik album ini tidak memiliki anak dan hidup sendirian dalam
beberapa tahun terakhir.
TEMPAT
SAMPAH
Seorang pegawai pemerintah kota Enschede menemukan album tua di sebuah tempat
sampah, pegawai ini memang mengoleksi foto foto untuk mengilustrasikan
kehidupan dari warga kotanya sendiri. Album ini pasti akan tetap ada ditempat
sampah seandainya dia tidak menyadari foto dari tawanan, ketika itu dia melihat
lebih dekat ke album foto dan baru menyadari bahwa dia menemukan album foto
dari sebuah eksekusi.
Saat
ini tiga institut penelitian sejarah meminta pemerintah untuk melakukan
investigasi ulang dari aksi polisionil antara 1949 hingga 1950 untuk lebih
mengungkapkan fakta tentang perang di Indonesia. Pemerintah belum memberikan
jawaban ============================= publik Belanda pun mulai membicarakan
berita ini baik yang pro maupun yang kontra, namun di negara kita sama sekali
tidak mengetahui berita ini, tak ada satupun media di Indonesia yang mengangkat
masalah ini dan inipun menguatkan opini publik Belanda ketika pertama kali foto
ini ditemukan dan dimuat ,dimana mereka mengatakan “Untuk apa kita
meributkan kejadian ini? orang Indonesia sendiri saja tidak peduli dengan
kejadian ini dan sejarah mereka”.
Benarkah
generasi Indonesia saat ini adalah generasi yang memang tidak peduli dengan
sejarah bangsanya? Benarkah opini mereka? Layakkah bagian dari kisah
perjuangan dan pengorbanan para pendahulu kita untuk dihapuskan, dilupakan dan
seperti kisah ini……dibuang di tempat sampah?
Tampak
dalam foto mereka yang tanpa seragam tempur maupun persenjataan, bisa jadi
mereka adalah warga sipil, namun bagi warga sipil sekalipun membutuhkan nyali
yang besar bahkan hanya untuk menutup mulut tentang jumlah kekuatan maupun
keberadaan pejuang RI, hingga bagaimana mereka melihat kawan mereka
bergelempangan satu persatu diterjang peluru dan tetap tegar bersikap tidak
kooperatif..
Tampak
dalam foto tiga orang yang berdiri dengan ceceran darah didekatnya yang
menunjukkan telah terjadi eksekusi sebelumnya.
Jika
kawan kawan memiliki kepedulian terhadap kisah sejarah ini mohon bantulah untuk
share artikel ini, agar bangsa kita tahu apa yang sedang terjadi di Belanda dan
untuk mematahkan anggapan bahwa bangsa Indonesia tidak peduli dengan
sejarahnya, saya akan terus menulis menerjemahkan koran-koran yang terbit di
Belanda berkaitan dengan masalah penemuan foto ini.
Profil Jacobus, Prajurit Pemilik Album Foto
Profil
Prajurit Jacobus, Album Foto yang Ditemukan di Tempat Sampah
Dalam artikel di atas diulas secara lengkap siapa prajurit pemilik album foto
yang ditemukan di tempat sampah dan hangat menjadi pembicaraan di negeri
Belanda, berikut adalah artikel dari koran Volskrant masih tanggal yang
sama :
Sebuah
foto dari barisan mayat, hanya sebuah jepretan
Album foto dari Jacobus R, pasukan artileri lapangan dari Enschede, menunjukkan
gambaran yang mengerikan dari pembunuhan oleh Belanda pada 1947,selama masa
agresi militer pertama di Indonesia. Tampak sperti sebuah jepretan foto dari
kehidupan seorang prajurit.
Prajurit
Jacobus R yang membanggakan, pria modern dari Enschede, dengan jaket, dasi ,
rambut mengkilap dan kumis seperti Clark Gable. Tepat sesudah perang dunia
kedua pada 1947 dia dikirim wajib militer ke Indoneria. Dia ditugaskan di Barak
Angkatan Darat Kerajaan di Ede dan bergabung dengan resimen artileri lapangan
yang sudah diperbaharui. RVA adalah singkatannya.
Mulai
saat ini nama RVA dituliskan dibelakang nama keluarganya.
Sebagaimana kawan kawan seusianya juga bergabung dalam wajib militer. Di Ede
mereka dilatih bagaimana bertempur dalam perang di timur jauh ( indonesia ) .
Mereka juga diberitahu tentang pecahnya revolusi di negeri hindia belanda dan
dibutuhkan sebanyak mungkin pasukan untuk mengembalikan kekuasaan Belanda.
Karena pasukan KNIL saat itu tidak dalam kondisi yang baik sejak jatuh ke
tangan Jepang. Di Belanda, ribuan sukarelawan mendaftarkan diri, sejak musim
semi 1947, wajib militer juga digabungkan dalam Angkatan Darat, pemerintah
mengatakan tentang operasi polisionil yang bertujuan untuk membebaskan penduduk
Indonesia dari para pemberontak, namun kenyataannya mereka berakhir dalam
perang gerilya yang mengerikan.
Jacobus
adalah anak seorang penata rambut. Mungkin nama panggilannya adalah Jaap atau
mungkin Koos. Dia sudah meninggal ,bahkan keluarganya pun tidak mudah untuk
menemukan jawabannya, mungkin saja dia benci untuk pergi ke Indonesia. Antara
satu sama lain antar prajurit, mereka banyak mengeluh. Tepat sesudah perang
dunia kedua berakhir, tidak banyak pemuda yang memiliki hasrat untuk bertempur,
namun menolak wajib militer adalah sama artinya dengan memilih melawan negara
dan dipenjara.
Beberapa
dari mereka juga memandang ini sebagai sebuah kesempatan untuk pergi
berpetualang, pergi dari Belanda yang pengap dan kacau balau menuju tanah yang
menjanjikan : Indonesia
Pada
8 Mei 1947 Jacobus memasuki kapal pasukan MS Johan van Oldenbarnevelt. Saat
menyeberangi equator, dia dan kawan-kawannya mendapatkan gelar diploma. Dalam
sertifikat tersebut dapat dibaca bahwa Neptune, dewa lautan, menyatakan bahwa
dia layak dan mampu untuk menaklukkan semua marabahaya di Timur Jauh,
Indonesia. Nampaknya dia sangat bangga dengan hal tersebut, jika tidak tentunya
dia tidak akan menaruhnya didalam album fotonya tiga tahun setelah semua ini
berlalu.
SATU
BULAN PERJALANAN
Perjalanan itu memakan waktu hampir satu bulan lamanya, pada 5 Juni 1947 mereka
sampai di Tanjung Priok, pelabuhan di Jakarta di pulau Jawa. Setelah singgah
sehari mereka dinaikkan truk militer sejauh ratusan kilometer ke sebuah tempat
bernama Batujajar dekat Bandung. Rencana mereka adalah mengambil alih pasukan
KNIL dan relawan, tapi karena situasi politik ( agresi militer I akan segera
dilaksanakan dalam waktu satu bulan) maka aksi itu ditunda.
3-12
RVA berada dibawah komando basis militer Bandung. Aturan tertulis mereka
seharusnya memiliki empat senjata api, namun pada kenyataannya mereka harus
menggabunfkan beberapa persenjataan tua untuk membuat artileri primitif. Tak
seorangpun tahu bagaimana mengoperasikan artileri lapangan 7,5 karena mereka
dilatih untuk mengoperasikan artileri 9, hanya beberapa perwira KNIL yang
melatih mereka namun tak lama kemudian 2 perwira pergi untuk mendapat pelatihan
menjadi komandan anti udara.
Pada
pagi hari tangal 23 Juli, dua hari setelah aksi polisionil berjalan untuk
pertama kalinya melakukan latihan dengan amunisi sungguhan. Pada hari yang sama
juga mereka mendapatkan perintah untuk memindahkan persenjataan artileri ke
Cilampeni, sebelah selatan Bandung pada malam harinya.
Dua
hari kemudian mereka terperangkap ditengah pertempuran ketika Soreang dikuasai
pejuang Indonesia dan mereka harus mensupport pasukan infantri dengan tembakan
ke desa desa dan tembakan kearah bunker bunker lawan. “Sangat Efektif“, itulah
yang tertulis dalam catatan sejarah batalion yang menulis laporan menyeluruh
tentang operasi Batalion 3-12 RVA, dokumen ini sekian lama berstatus dokumen
sangat rahasia,namun saat ini siapapun dapat membuka arsip ini, tersimpan di
Arsip Nasional Den Haag. Tidak tertulis detil seberapa “efektif”nya operasi ini
berjalan.
Pada
hari sabtu mereka kembali ke markas Batujajar dan sehari kemudian mereka
diserang oleh 200 tentara Indonesia. Pertempuran berlangsung selama satu
setengah jam. Seorang prajurit KNIL terluka. Mata mata mengatakan bahwa musuh
menderita kerugian setidaknya 30 tewas dan 15 korban luka. Pada hari yang sama
juga, 3-12 RVA mendapat bantuan seorang Kapten KNIL yang berpengalaman dibidang
artileri.
Mereka
bergerak lebih jauh ke selatan untuk mendukung aksi okupasi dari angkatan
darat. Aksi Polisionil pertama berakhir pada awal Agustus 1947. Bulan September
adalah bulan yang tenang,kecuali datangnya masalah infeksi penyakit kulit.
Prajurit yang tidak istirahat di tempat tidur harus berlatih menembak.
Pada November 1947 akhirnya mereka siap untuk serah terima kekuasaan Cilimus
dari pasukan KNIL dan sukarelawannya (A III Field). Pada akhir Desember salah
satu jeep mereka terkena ranjau dan dua orang tewas dengan satu orang terluka
parah. Mereka harus melakukan banyak kegiatan patroli, namun ini seharusnya
bukanlah tugas dari pasukan artileri dan lagi ada banyak orang yang menderita
penyakit.
Album
foto ini tidak menceritakan apakah Jacobus juga menderita sakit juga. Dia tidak
memotret kawan kawannya yang sedang sakit atau terluka. Sangat bisa dipastikan
bahwa Jacobus menukar kameranya dengan kawan-kawannya karena dia sendiri nampak
dalam abum fotonya dan kemungkinan juga bukan hanya dia yang membawa kamera.
Sayangnya dia tidak menuliskan keterangan foto di albumnya sehingga informasi
mengenai tempat dan waktu tidak ada.
Kadang
ada beberapa foto yang sesuai dengan sejarah resmi. Seperti contoh evakuasi
dari pasukan TNI dimana pasukan TNI dengan topi dan peci berwarna hitam. Dengan
truk chevrolet milik militer ( cat dan krom mengkilap ) mereka dipindahkan ke
garis demarkasi seperti yang sudah disepakati pasca aksi agresi militer I.
Jacobus dan kawan kawannya menemani konvoi pemindahan sambil mengambil beberapa
foto dalam perjalanannya.
Penghabisan
Berdasarkan catatan sejarah batalion,mereka mulai menyerang kelompok bersenjata
yang tersisa yang mereka maksudkan disini adalah kelompok Hisbullah dan
Sabilillah, kelompok muslim yang menolak hasil perundingan dan memilih untuk
tetap bertempur dengan Belanda. Pasukan Belanda menghabisi mereka dengan cepat
dan mudah sedangkan pemuda Indonesia lain tidak melakukan tindakan apapun.
(karena terikat perjanjian damai.pen)
Mungkin
saja kelompok muslim ini yang menjadi korban penembakan dalam foto, mereka
tidak berseragam dan tidak berambut panjang seperti para pejuang kemerdekaan
yang fanatik pada umumnya kala itu. Namun bisa juga mereka ini gerombolan
pengganggu keamanan yang ditemukan di lingkungan area tersebut.
Sepertinya
bukanlah Jacobus pelaku langsung eksekusi , hal macam itu bukanlah tugas
seorang prajurit artileri, namun adalah tugas dari pasukan khusus. Pasukan
khusus harus melumpuhkan kekuatan musuh dan mengembalikan keadaan kembali aman,
jadi kemungkinan pasukan inilah yang berpatroli semacam ini. J.A Moor seorang
ahli mengenai Indonesia menyatakan bahwa taktik yang digunakan pasukan khusus
dalam aksi polisionil (perang westerling) adalah keras dan teliti. Eksekusi dan
penghabisan dari tawanan adalah hal yang biasa. Tidak pernah ada estimasi data
pasti jumlah korban dikarenakan laporan sudah hilang atau mungkin bahkan
sengaja tidak dituliskan. Aturan resmi seharusnya tawanan dipindahkan ke tempat
khusus untuk interogasi, namun taktik dari pasukan khusus adalah adalah
pendadakan dan menghabisi lawan ( surprise and eliminate ) dan mereka ini tidak
terbiasa membawa tawanan perang.
Saksi.
Jadi
Jacobus menyaksikan pembantaian ini. Dia mengambil gambar dan tampaknya tak
seorangpun berusaha mencegah dia memotret. Bahkan sesudahnya pun tak ada yang
meminta roll film nya. Hingga kemudian hari dia menyimpannya dalam album foto
pribadinya.
Foto foto ini diperkirakan dibuat pada awal 1948. Ada banyak sekali pertempuran
di Jawa Barat sekalipun aksi polisionil kedua belum dimulai. Batalion 3-12 RVA
menuliskan dalam laporannya : “tembakan dimana mana” , seperti yang telah
mereka sebut tembakan ke desa desa, lapangan udara, tambang tembaga.
Dalam
“laporan tembakan” juga dituliskan rinci hingga berapa jumlah granat yang
mereka gunakan, data kematian juga dituliskan, namun 3-12-RVA tidak pernah
menuliskan apapun tentang eksekusi.
Ada
kekhawatiran lain juga yang membutuhkan perhatian mereka. Pada akhir Januari
1948 mereka menemukan 10 buah Radio Amerika. Jacobus memotretnya. Laporan
menuliskan : “setelah dipelajari beberapa staff , radio dapat difungsikan
dengan cukup baik, baik digunakan di pos permanen sebagai pengintai di garis
depan dan juga mudah digunakan untuk berpindah pindah karena mudah untuk
diangkut.
Namun
mereka punya masalah yang lebih besar dengan kendaraan “bersyukur atas
kemampuan dan bakat improvisasi dari para mekanik,kendaraan dapat berjalan
dengan layak” begitu tulis Commander A.Lammers. Dia juga menuliskan bahwa moral
prajuritnya terjaga dengan baik. Juga laporan pada pertengahan 1948, dia
mengeluhkan mengenai perlengkapan dan komunikasi telepon namun kekuatan mereka
masih utuh dengan 11 perwira, 16 sersan dan 186 prajurit. Hanya saja jumlah
tentara yang sakit bertambah.
Satuan
ini terpisah menjadi dua kelompok, kemungkinan Jacobus bergerak lebih ke timur
yaitu ke Tegal. Melewati Pemalang,mereka menuju Belik dimana mereka tergabung
dalam kelompok tempur “Bernardi”. Pada 19 Desember 1948 aksi polisionil kedua
(operasi gagak) dimulai, mereka membantu pasukan infantri untuk mengecek desa
desa dan memberikan support pada batalion zeni.
Ternyata
pertempuran sama sekali belum terhenti bahkan saat aksi polisionil kedua ini
berakhir pada Januari 1949. Kenyataannya di lapangan perang gerilya terus
berlanjut hingga gencatan senjata pada Agustus 1949, hingga Desember 1949
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Sejak
saat itu pula Jacobus dan kawan kawannya ingin untuk kembali pulang. Jacobus
juga memotret foto pasukannya yang sedang mengundurkan diri. Pada Maret 1950
resimen dari prajurit Jacobus dikembalikan pulang ke Belanda oleh Kapal Angkut
Pasukan Amerika “Fair Sea”. Sesampainya di Belanda, 3-12 RVA dihapuskan.
Sesampainya
dirumah dia menempatkan seluruh fotonya dalam sebuah album foto, jepretan dari
rekan-rekannya sesama prajurit, jeep, peralatan radio, bangunan, foto wanita
Indonesia yang mencuci di sungai, sebuah desa atau parade kecil dari anak anak
sekolah. Dia juga menyelipkan sertifikat Diploma yang dia dapat, mata uang
Indonesia, surat izin penggunaan senjata, kartu tahun baru dari 3-12-RVA dan
sertifikat dari insignia yang dia dapatkan dari Menteri Perang ( Minister of
War ). Dan juga tersimpan foto pacarnya, orang tuanya, anjingnya dibawah
pengering di sebuah salon dan foto rekreasi ke Valkenburg dan Pisa. Ringkasan
kehidupan pada umumnya setelah 3 tahun peperangan.